03 November 2010

8 Tanda Anda Sudah Sehat !!

Ketika pergi ke rumah sakit, biasanya dokter akan mengeluarkan alat ukur. Mulai dari pengukur tekanan darah, detak jantung, sampai kadar gula. Dalam kondisi tertentu, dokter juga kerap memastikan kesehatan seseorang lewat berbagai tes di laboratorium.
Pada dasarnya ada angka atau patokan yang harus kita ingat dalam urusan kesehatan. Artinya, kita harus tahu berapa angka tekanan darah yang normal atau kadar kolesterol. Dengan tahu angka-angka ini, kita bisa menjaga diri sehingga tak perlu sampai kebablasan dan menanggung akibat yang jauh dari menyenangkan. Menurut para pakar, setidaknya Anda perlu mendapatkan delapan angka penting ini. Silakan dibaca dan dicamkan selalu!

1. Tekanan darah: 120/80
Menurut dr Arthur Tan, spesialis jantung dari Gleneagles Hospital, darah tinggi berpotensi menjadi pembunuh nomor satu di dunia di tahun 2020. Darah tinggi sering menyerang tanpa gejala. Oleh sebab itu, pemeriksaan tekanan darah rutin wajib hukumnya. Lakukan sebulan sekali dengan alat ukur digital pribadi, atau setahun dua kali oleh dokter.
Pastikan tekanan darah tidak lebih dari 120/80 mmhg. ”Paling tidak 10 di atas atau di bawah 120/80. Lebih atau kurang dari itu harus mendapat perawatan dokter,” jelas dr Wiwin Ristanto SpB, spesialis bedah dan kewanitaan RS Onkologi Surabaya.

2. Kolesterol: 2 banding 1
Menurut dr Johanes Chandrawinata, MND, SpGK, spesialis gizi klinis dari RS Melinda Bandung, apabila kadar kolesterol total kita di atas 200 mg/dL, itu disebut tinggi. Yang normal adalah jika di bawah 200 mg/dL. Dengan perhitungan, LDL (kolesterol buruk) di bawah 100 mg/dL dan HDL (kolesterol baik) di atas 45 mg/dL.

Singkatnya, perbandingan antara LDL dan HDL adalah 2:1. Semakin tinggi kadar HDL, semakin tinggi pula perlindungan terhadap penyakit jantung koroner.



07 Oktober 2010

Aku Ingin Bercerai


oleh KIS (Komunitas Istri Sholehah)@facebook.com pada 06 Oktober 2010 jam 14:34

Suami saya adalah seorang insinyur, saya mencintai sifatnya yang alami dan saya menyukai perasaan hangat yang muncul dihati saya ketika saya bersandar di bahunya yang bidang.
Dua tahun dalam masa pernikahan,saya harus akui, bahwa saya mulai merasa lelah, alasan-alasan saya mencintainya dulu telah berubah menjadi sesuatu yang menjemukan. Saya seorang wanita yang sentimentil dan benar-benar sensitif serta berperasaan halus. Saya merindukan saat-saat romantis seperti seorang anak yang menginginkan permen. Tetapi semua itu tidak pernah saya dapatkan.
Suami saya jauh berbeda dari yang saya harapkan. Rasa sensitif-nya kurang. Dan ketidakmampuannya dalam menciptakan suasana yang romantis dalam pernikahan kami telah mementahkan semua harapan saya akan cinta yang ideal.
Suatu hari, saya beranikan diri untuk mengatakan keputusan saya kepadanya, bahwa saya menginginkan perceraian.
“Mengapa?”, dia bertanya dengan terkejut. “Saya lelah, kamu tidak pernah bisa memberikan cinta yang saya inginkan”. Dia terdiam dan termenung sepanjang malam di depan komputernya, tampak seolah-olah sedang mengerjakan sesuatu, padahal tidak.
Kekecewaan saya semakin bertambah, seorang pria yang bahkan tidak dapat mengekspresikan perasaannya, apalagi yang bisa saya harapkan darinya? Dan akhirnya dia bertanya, “Apa yang dapat saya lsayakan untuk merubah pikiranmu?”.
Saya menatap matanya dalam-dalam dan menjawab dengan pelan, “Saya punya pertanyaan, jika kau dapat menemukan jawabannya di dalam hati saya, saya akan merubah pikiran saya: Seandainya, saya menyukai setangkai bunga indah yang ada di tebing gunung dan kita berdua tahu jika kamu memanjat gunung itu, kamu akan mati.
Apakah kamu akan melakukannya untuk saya?” Dia termenung dan akhirnya berkata, “Saya akan memberikan jawabannya besok.”. Hati saya langsung gundah mendengar responnya.
Keesokan paginya, dia tidak ada di rumah, dan saya menemukan selembar kertas dengan oret-oretan tangannya dibawah sebuah gelas yang berisi susu hangat yang bertuliskan …
“Sayang, saya tidak akan mengambil bunga itu untukmu, tetapi ijinkan saya untuk menjelaskan alasannya.” Kalimat pertama ini menghancurkan hati saya. Saya melanjutkan untuk membacanya


22 September 2010

Refleksi Diri

Ulang tahun bisa dijadikan sebagi momen untuk berintrospeksi atau juga untuk mengenang masa-masa yang telah dilalui. Segala cerita suka, duka, sedih, senang tentunya akan terekam menjalin suatu cerita kehidupan.
Tiga puluh delapan tahun, bukanlah waktu yang sebentar. Kadang aku merasa baru beberapa saat yang lalu masa kecilku kujalani, rasanya baru saja masa remajaku berlalu, hingga saat ini tak terasa pula anakku pun sudah mulai masuk masa remaja.
Bila mengenang masa yang telah lalu, hidupku penuh dengan warna. Masa kecilku bersama orangtua dan saudaraku, kulalui dengan penuh kebahagiaan dan keceriaan selayaknya dunia anak-anak. Bermain, bersekolah, bercanda bahkan tak terlewatkan masa-masa bertengkar. Masih terekam dalam ingatan saat-saat kami pergi bersama mengunjungi tempat-tempat wisata atau hanya sekedar berjalan-jalan dan bermain di taman. Kebersamaan memang selalu indah untuk dikenang..


24 Juni 2010

Catatan Kecil untuk seorang teman


Perpindahan ke kantor baru kali ini membuatku kembali harus beradaptasi dengan segala atributnya. Ya lingkungannnya, orang-orangnya, tugas-tugas maupun suasananya. Alhamdulillah karena telah mengalaminya beberapa kali, untuk kali ini pun tak ada hambatan yang berarti.
Baru beberapa bulan aku bergabung di kantor ini, sebuah kejadian yang sangat mengejutkan terjadi. Kawan kami meninggal dunia di saat menjalankan tugasnya di front liner. Pagi itu memang menjadi pagi yang kelabu. Tak seorangpun mengira hal itu terjadi. Aku belum terlalu mengenal dirinya. Baru beberapa kali sempat bertegur sapa dengannya. Namun menurut teman-teman sekantor, dia adalah orang yang sangat baik hatinya, rajin dan punya dedikasi serta tanggung jawab yang tinggi. Semua orang menyayanginya. Semua orang kagum padanya. Tapi itulah ketentuan Tuhan yang apabila memang sudah tiba "waktunya" tak seorangpun dapat menolaknya, pun terhadap orang sebaik kawan kami itu.


21 April 2010

Ka eR eL


Sebelumnya, tak pernah sedikitpun terpikir untuk menjadikan KRL sebagai sarana transportasi. Pemandangan penumpang KRL yang selama ini saya ketahui, benar-benar pemandangan yang bikin miris. Nyawa manusia seakan tak ada artinya. Terlihat jelas, di saat jam-jam sibuk di pagi hari atau sore menjelang malam, gerbong-gerbong yang panjang berderet itu penuh sesak dengan penumpang, sampai-sampai atap gerbong yang nota bene bukan tempat untuk penumpang pun ikut-ikutan penuh bahkan beberapa ada yang hanya 'menempel' di bagian belakang gerbong. Ketika kemudian mutasi tugas ke Jakarta saya terima, mengharuskan kami untuk membuat pilihan di mana kami akan menentukan tempat tinggal. Semaksimal mungkin kami berusaha untuk mempertimbangkan berbagai hal sebelum akhirnya pilihan kami jatuh di kota Depok.
Apa yang sebelumnya 'tak pernah terlintas'pun kini menjadi salah satu bagian kehidupan kami. Ya, jarak tempuh yang lumayan jauh antara rumah dan kantor, 'memaksa' kami untuk memilih KRL sebagai sarana transportasi kami untuk beraktifitas di dunia kerja. Beruntunglah kami, karena saat ini sudah tersedia KRL dengan label ekspres, sehingga kami terbebas dari pemandangan KRL yang 'miris' itu. Jarak yang lumayan jauh itupun dapat kami tempuh rata-rata dalam waktu 30-45 menit. Jadilah kami tercatat sebagai anggota 'roker' (rombongan kereta).

20 April 2010

Jangan (pernah) sepelekan wanita

Jangan Sepelekan Wanita. Tulisan itu benar-benar menarik perhatian saya. Sekilas ketika saya baca, isinya bertutur mengenai persamaan gender antara pria dan wanita. Bahwa wanita pada masa sekarang ini tidak lagi dipandang sebagai warga kelas dua, di mana setiap saat berada di dalam bayang-bayang pria. Bahwa wanita sekarang ini telah menunjukkan kemampuannya untuk bergerak dan berkaya bahkan di bidang-bidang yang selalu didominasi oleh kaum pria. Bahwa wanita sekarang ini punya hak yang sama untuk mendapatkan pendidikan dan berkarier setinggi-tingginya dan seterusnya..dan seterusnya...
 

Dalam konteks yang berbeda saya memang setuju dengan ungkapan itu. Tak dapat dipungkiri keberadaan manusia tidak terlepas dari peran wanita-wanita sebagai ibu mereka yang telah menghadirkan mereka di dunia ini. Tak dapat dipungkiri pula di balik orang-orang besar terdapat peran wanita di belakangnya, minimal peran sang ibu yang telah membesarkan dan memberikan padanya pendidikan dasar.
Tengoklah pada sejarah. Banyak tokoh-tokoh besar yang dibalik kesuksesan mereka ada peran seorang wanita yang terlibat di dalamnya. Rasulullah, Muhammad SAW, dalam kesuksesan dakwahnya pun tak terlepas dari peran wanita yaitu istri-istri beliau dan kaum wanita pada saat itu yang istiqomah memegang teguh keyakinan terhadap ajaran Islam yang disebarkan Nabi Muhammad. Seorang Julius Caesar di balik kehebatannya ada Cleopatra di dalamnya, seorang Hitler bahkan Napoleon Bonaparte pun terlibat wanita dalam kisahnya mengukir sejarah. Seorang mantan penguasa di negeri ini pun konon katanya dalam kepemimpinannya didominasi oleh sang istri dalam pengambilan kebijakan-kebijakan yang diterapkan. Beberapa waktu yang lalu pun santer diberitakan 'kejatuhan' seorang pejuang anti korupsi juga karena ulah seorang wanita. Dan mungkin juga masih segar dalam ingatan ketika seorang 'idola' yang dianggap menjadi panutan akhirnya tenggelam dari pemberitaan juga karena keputusannya menduakan wanita.



12 April 2010

P.I.N.D.A.H (lagi......)

Di penghujung tahun lalu datang berita yang cukup membuat saya kaget. Surat Keputusan dari Kantor Pusat untuk pindah tugas ke Jakarta telah diterbitkan. Itu berarti saya dan keluarga harus ‘boyongan’ lagi, mulai bebenah dan siap-siap untuk pindah rumah lagi. Dan satu hal yang pasti, kami harus mulai ‘hunting’ sekolah lagi untuk anak-anak.

Dua tahun yang telah berlalu, saya dan keluarga berada di kota ini. Shafira, yang diawal pindah dulu sempat mogok sekolah, saat ini sudah menikmati bersekolah di sekolah barunya ini bersama teman-teman dan guru-guru yang selalu diceritakannya tiap hari. Selalu ada cerita yang terurai dari mulutnya, yang kadang membuat kami tertawa geli mendengar tingkah laku mereka di sekolah. Tak ada lagi alasan-alasan dari mulutnya untuk tidak berangkat ke sekolah.
Begitupun dengan Hanifa. Baru satu semester ini dijalaninya di SMP. Sekolah yang sangat diinginkannya kala dia masih di kelas 6 lalu. Darinya pun sama, selalu ada cerita yang dibawanya saat pulang ke rumah. Terlihat jelas betapa bangganya dia bisa duduk di kelas itu dan menjadi bagian dari program sekolah unggulan satu-satunya yang ada di kota itu.

SK yang kemudian saya terima tentunya membuyarkan itu semua. Sedih rasanya ketika kabar ini saya sampaikan kepada mereka, mereka berkata, “ Jadi, kita pindah lagi ? Ganti sekolah lagi, Ma?” Sorot mata bening mereka, benar-benar menyiratkan kekecewaan… Duh, maafkan kami, Nak. Semoga kepindahan ini menjadi kepindahan kita yang terakhir, doa itu yang kemudian kami panjatkan pada-Nya.
Pindah, pindah tugas, pindah kantor berarti pindah kota dan pindah rumah lagi. Berarti kesibukan untuk menata barang-barang harus mulai dilakukan. Repot sudah pasti dan kepindahan kali ini adalah kepindahan kami untuk kelima kalinya! (Itu pun belum termasuk kepindahan 'lokal' karena pindah rumah kontrakan....) Mungkin karena sudah beberapa kali mengalami hal yang sama, hal-hal yang harus dikerjakan seolah sudah terpola. Tapi walau demikian tetap saja yang namanya repot bin riweuh selalu menyertai. Apalagi anggota keluarga kami sekarang bukan lagi keluarga kecil. Barang-barang yang sepertinya terlihat seadanya, ternyata di saat ditata untuk kepindahan ini jadi terlihat begitu banyak. Mulai dari barang-barang rumah tangga, perlengkapan dapur, perlengkapan anak-anak sampai pernak-pernik mainan anak-anak.

Kepindahan kami kali ini datang dengan tiba-tiba, mengingat saat itu saya tugas saya di sana 'baru' dua tahun berjalan. Dibandingkan dengan tempat-tempat tugas sebelumnya, rata-rata dijalani minimal tiga tahun bahkan ada yang hampir 8 tahun, rentang waktu dua tahun relatif pendek buat kami. Apalagi buat anak-anak...