26 Mei 2009

Bersama kita bisa! (bukan kampanye lho....)

Manusia sebagai makhluk sosial , tidak mungkin dapat hidup sendiri. Sudah menjadi hukum alam bahwa manusia selalu memerlukan bantuan dari lingkungan di sekelilingnya. Karenanya, interaksi sosial menjadi salah satu bagian penting dari kehidupan seorang manusia. Beban sebesar apapun dapat terasa lebih ringan bila kita bersama-sama menanggungnya.

Dalam kehidupan berumah tangga, pekerjaan rumah akan lebih terasa ringan bila seluruh isi rumah turut serta mengerjakannya, minimal untuk kebutuhan dirinya sendiri. Hal ini sudah terbukti dalam keluarga kami. Contohnya saat pembantu di rumah kami berhenti karena suatu alasan. Tentunya keadaan ini membuat saya repot luar biasa, apalagi di saat jatah cuti sudah tidak ada lagi. Mau tidak mau antara pekerjaan rumah dan kantor keduanya harus tetap dijalani. Di satu sisi pekerjaan rumah yang tak ada habisnya harus dikerjakan, di sisi lain tugas dan tanggung jawab di kantor pun harus diselesaikan. Waktu yang tersedia selama 24 jam rasanya teramat singkat. Pekerjaan satu belum selesai harus mengerjakan pekerjaan lain yang memang sudah menunggu untuk dikerjakan. Kondisi yang berpotensi untuk membuat stress pelakunya!




Di saat seperti ini, dukungan anggota keluarga lainnya, sekecil apapun, tentunya akan sangat berarti. Alhamdulillah, saya sangat bersyukur, suami bukan tipe orang yang menganggap pekerjaan rumah tangga menjadi tanggung jawab mutlak istri. Pun anak-anak, mereka cukup mengerti kerepotan bundanya. Mereka berusaha untuk membantu, minimal peralatan, mainan serta pernak-pernik mereka, setelah selesai digunakan langsung dirapikan kembali. Bahkan Hanifa kadang minta untuk membantu pekerjaan rumah. Biasanya dia paling suka memilih cuci piring dan nyapu, sedangkan Shafira paling suka ngepel lantai. Ya walaupun hasilnya kurang maksimal, tapi niat baik dan bantuan mereka tetap perlu acungan jempol..

Di tempat kerja pun demikian. Pada saat akhir tahun yang lalu, di mana batas pengajuan pertanggungjawaban keuangan dari kantor-kantor pemerintah mendekati batas akhir, pekerjaan di kantor benar-benar menumpuk. Bayangkan pas di hari terakhir pengajuan SPM (surat perintah untuk membayar keperluan operasional kantor pemerintah) yang kami terima mendekati 1.300 SPM! Itu adalah puncak penerimaan tertinggi di hari itu setelah hari-hari sebelumnya SPM yang masuk pun juga ratusan.
Sementara personil inti yang ada di middle office hanya 6 orang saja. Akibatnya kami kerja maraton, hampir tiap hari pulang di atas jam 9 malam, plus Sabtu- Minggu pun tetap masuk untuk penyelesaian akhir SP2D. Itulah konsekuensi dari kebijakan para bos di atas sana yang memplokamirkan penyelesaian SPM sampai di bank dalam waktu 1 jam (sebelum reformasi birokrasi, penyelesaian SPM non belanja pegawai antara 1 -2 hari kerja, tergantung pada jenis SPM-nya). Kalang kabut? Pasti! Tapi 'kebersamaan' dan kerjasama membuat hal yang apabila dibayangkan begitu berat, dapat dijalani dan ternyata dapat diselesaikan (dengan bantuan beberapa teman dari bagian lainnya juga). Tak ada istilah ini bagianku itu bagianmu, bersama-sama apa yang ada di hadapan diselesaikan, sikat sampai habis..... We work as a team! Alhamdulillah di saat batas akhir penyelesaian pekerjaan, semua nya tuntas..tas..tas...

Cerita lain, ketika kami harus bertanding antar eselon 3 dalam acara peringatan Hari Kartini. Lomba yang wajib diikuti adalah membuat dan menghias tumpeng! Padahal kami tidak punya pengalaman untuk itu. Maklum saja, kami generasi yang lebih memilih hal-hal yang praktis dan serba cepat. Sehari-hari kami membuat masakan yang mudah untuk dikerjaan dan tanpa perlu memakan waktu lama. Untuk membuat tumpeng plus menghiasnya? Tentu perlu usaha keras untuk dapat meraih hasil maksimal. Akhirnya kami pun mencari tips-tips yang praktis dari majalah, koran dan dari internet. Setelah format yang diinginkan ditetapkan, mulailah kami belajar membuat hiasan-hiasan yang akan dipakai lomba nantinya. Dengan berbekal semangat, akhirnya kami lumayan bisa membuat beberapa hiasan dari wortel, lobak, tomat dan cabai. Lomba tumpeng pun akhirnya di gelar sebagai acara puncak perayaan. Hasilnya? Ya lumayanlah, lumayan dari rasanya, lumayan hiasannya juga. Dan tumpeng kami pun saat itu jadi favorit, beberapa teman bahkan mengabadikannya dalam HP mereka. Walaupun tidak mendapat juara 1, setidaknya kami merasa puas karena usaha kami selama seminggu sebelumnya tidak mengecewakan.

Indonesia sebagai negara kesatuan, dahulu bisa amerdeka juga karena kerja sama. Sejarah telah membuktikan, ketika perlawanan dan cita-cita merdeka diperjuangkan oleh kelompok-kelompok kecil, sang penjajah dengan arogannya mampu memadamkan, mengubur dan kembali menindas bangsa kita. Begitu banyak pahlawan-pahlawan di negeri ini yang berjuang dengan segala daya upaya dan semangat yang berkobar untuk mengusir sang penjajah. Namun rupanya tekad dan semangat saat itu belum mampu untuk mewujudkan cita-cita untuk merdeka. Tetapi ketika semua elemen bersatu menentang sang penjajah ditambah semangat dan tekad yang kuat, akhirnya bangsa kita pun dapat berdiri tegak menghirup udara kemerdekaan. Bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh!

Itulah kebersamaan. Apapun yang ada di depan kita apabila dihadapi dan dikerjakan bersama-sama, tentunya akan terasa lebih ringan dan lebih mudah. Tak salah bila nenek moyang kita selalu mengajarkan untuk bergotong royong dan bekerja sama. Bukankah berat sama dipikul, ringan sama dijinjing sebetulnya bisa kita terapkan dalam kehidupan kita? Dan ternyata kebersamaan itu indah ya...

Tidak ada komentar: