04 September 2009

Aya-aya (deui) wae....

Cerita 2
Si Akang sekarang kerja di Jakarta. Karena dia termasuk pegawai yang terampil, mau belajar dan berdedikasi tinggi, si Akang mulai mendapat kepercayaan sang boss menjadi asisten di sekretariat kantor. Si Akang mulai membenahi diri dan penampilannya, karena kadang-kadang diminta sang boss untuk mendampingi beliau pada acara-acara tertentu.
Penampilan pertama yang menjadi perhatian si akang adalah caranya berpakaian. Berusaha tampil rapi dan mengikuti mode terbaru. Walau kadang-kadang malah 'terlihat aneh' alias kena 'kormod' (korban mode). Tapi dasar si akang, apapun yang terjadi, pe-de aja lagi!
Hal kedua mulai memperhatikan perawatan tubuh. Dari potongan rambut, sampai perawatan jerawat yang tanpa malu-malu memamerkan diri, bertebaran di muka si Akang. Tapi satu hal yang belum dilakukan si Akang adalah membereskan giginya yang tidak mau ngantri, berjubelan semaunya sendiri. Rasa pe-de nya belum ada kalau harus berhadapan dengan dokter gigi.



Si Akang makin hari makin bertambah pe-de, tapi sayang senyumnya masih malu-malu. Penyebabnya tak lain dan tak bukan karena sang gigi yang tidak mau bersahabat berbaris rapi. Akhirnya senyumnya si Akang senyum yang 'tanpa kelihatan' gigi alias senyum bibir ngatup ( mungkin juga karena si Akang takut nyaingin nyengirnya kuda...)
Tapi suatu saat, si Akang bingung bukan kepalang. Tingkahnya jadi rada aneh. Teman-teman di sekitarnya mulai bertanya-tanya, apa gerangan yang terjadi. Setiap kali ditanya si Akang malah tambah cemberut. Tak ada lagi senyum si Akang yang biasa ditebarnya setiap hari. Hingga akhirnya sampailah ke puncak penderitaan si Akang, dia sudah tak tahan lagi. Usut punya usut ternyata si Akang sakit gigi! Tak ada jalan lain, solusinya adalah sesuatu yang sebelumnya begitu tabu buat si Akang yaitu "ke dokter gigi!"
Akhirnya, karena sakit yang sudah tak tertahankan, pergilah si Akang ke dokter gigi dengan berat hati. Sepanjang jalan dia terus berdoa semoga sang dokter tidak mengejek giginya yang pating tronjol nggak karuan.
Sampailah dia di tempat praktek sang dokter. Sengaja dia memilih dokter yang jauh dari rumahnya, dengan harapan dapat mengurangi rasa takut dan malunya.
Menunggu giliran membuat si Akang tambah gelisah, tayangan acara televisi maupun majalah, koran dan buku-buku yang tersedia tidak berpengaruh pada perasaannya.
Deg. Tibalah giliran si Akang masuk ruang praktek sang dokter. Dengan perasaan yang tak karuan dan dengan langkah kaki yang begitu berat, masuklah si Akang menemui sang dokter. Duduk di kursi dengan lampu yang menyoroti wajahnya tambah membuat si Akang salah tingkah. Sang dokter, dengan tersenyum ramah meminta si Akang membuka mulutnya. Ragu-ragu si Akang membuka mulutnya, satu hal yang selama ini amat sangat dijaga biar tidak banyak orang tahu keadaan isinya. Tapi saat ini dia tak punya pilihan lain. Sang dokter dengan ramah dan dengan nada bicara yang lembut mengatakan bahwa gigi geraham si Akang sudah hampir mendekati 'akhir masa aktif' dan nun jauh di ujung deretan giginya sudah membentuk sebuah lubang yang menganga dengan 'tembok' yang sudah mulai rapuh. Dan akhirnya sang dokter memutuskan untuk mencabut gigi yang sudah hampir kedaluarsa itu. Perasaan si Akang tambah nggak karuan. Takut sudah pasti. Tapi, saat ini dia benar-benar tak punya pilihan lain...
Pasrah, akhirnya itu yang dilakukannya. Sang dokter pun mulailah mempersiapkan segala hal untuk pencabutan gigi si Akang. Yang pasti perasaan si Akang benar-benar sudah tak karuan. Bahkan mungkin rona mukanya sudah berwarna pelangi yang sudah tercampur-campur!
Perlahan tapi pasti, sang dokter melakukan eksekusi dengan tenang. Sampai akhirnya proses eksekusi selesai, sang dokter mengambil gumpalan kapas dan dimasukkan dalam rongga bekas gigi yang telah dicabut tadi, seraya berkata, " OK, semua sudah selesai. Gigi tekan ya.." Si Akang dengan perasaan yang masih ngambang, jadi bingung, kenapa sang dokter menyuruhnya untuk 'gigitekan'?(sunda: gigitekan=bergoyang, joget-joget) Sang dokter, melihat mulut si Akang masih menganga menegaskan kembali, "Sudah beres, Pak. Gigi tekan saja." Nah lho si Akang akhirnya nurut, dia berdiri dan mulailah berjoget.....

Tidak ada komentar: