24 Juni 2010
Catatan Kecil untuk seorang teman
Perpindahan ke kantor baru kali ini membuatku kembali harus beradaptasi dengan segala atributnya. Ya lingkungannnya, orang-orangnya, tugas-tugas maupun suasananya. Alhamdulillah karena telah mengalaminya beberapa kali, untuk kali ini pun tak ada hambatan yang berarti.
Baru beberapa bulan aku bergabung di kantor ini, sebuah kejadian yang sangat mengejutkan terjadi. Kawan kami meninggal dunia di saat menjalankan tugasnya di front liner. Pagi itu memang menjadi pagi yang kelabu. Tak seorangpun mengira hal itu terjadi. Aku belum terlalu mengenal dirinya. Baru beberapa kali sempat bertegur sapa dengannya. Namun menurut teman-teman sekantor, dia adalah orang yang sangat baik hatinya, rajin dan punya dedikasi serta tanggung jawab yang tinggi. Semua orang menyayanginya. Semua orang kagum padanya. Tapi itulah ketentuan Tuhan yang apabila memang sudah tiba "waktunya" tak seorangpun dapat menolaknya, pun terhadap orang sebaik kawan kami itu.
Dia adalah adik kelasku, dalam usianya yang masih begitu muda, dengan semangat yang masih berkobar, tak kuasa melawan kehendak-Nya. Yang lebih membuat kami tambah haru adalah anak-anak yang ditinggalkannya masih balita! Yang terbesar baru duduk di Taman Kanak-kanak, sementara adiknya masih kecil, malah mungkin belum terlalu kenal betul pada sosok sang ayah. Isterinya seorang ibu rumah tangga yang mencoba usaha dengan menjalankan bisnis kecil-kecilan, kini harus berjuang sendiri tanpa suami tercinta di sisinya.
Kematian memang selalu membawa kesedihan. Tapi untuk wanita yang satu ini, aku begitu salut padanya. Ketika dia beserta kedua anaknya datang ke rumah sakit, di mana sang suami sudah terbujur kaku, dan saat itu masih belum tahu betul kabar yang sebenarnya, tak terlihat kepanikan. Bahkan di saat akhirnya dia tahu suaminya telah tiada, kesedihan memang tampak di wajahnya, namun dia tetap tegar. Walau air matanya tak henti mengalir, tapi dia masih tetap tegar mendengar penjelasan demi penjelasan dari pihak rumah sakit, maupun teman-teman kami yang memang pada saat kejadian tahu persis keadaannya. Mungkin cintanya pada suami dan anak-anaknyalah yang memberikan kekuatan untuk tetap tegar menghadapi hal yang tak terduga seperti ini. Tak kalah mengharukan ketika sang anak tertua dengan suara lirih memanggil-manggil ayahnya... Mungkin saat itu dia sadar bahwa ayahnya, yang beberapa waktu sebelumnya menghadiahi komputer di hari ulang tahunnya, tak akan lagi bersamanya dan hadir untuknya.
Dia, memang seorang yang mencintai keluarganya. Kadang di saat akhir pekan, ketika pekerjaan begitu banyaknya sehingga tidak terselesaikan di hari kerja, anak bahkan istrinya seringkali ikut mendampinginya di kantor. Mungkin dia tak ingin melewatkan saat-saat kebersamaan bersama keluarga di akhir pekannya.
Itulah kawan kami. Semua kebaikan ada pada dirinya.
Selamat jalan kawanku...
Semoga keluarga yang kautinggalkan tetap tegar dalam menghadapi hidup ini tanpa dirimu...
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar